Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) ialah biaya yang harus dibayar oleh mahasiswa untuk menempuh jenjang perkuliahan. Pembayaran SPP diberlakukan pada Perguruan Tinggi Swasta (PTS), terutama Universitas Ahmad Dahlan (UAD). Biaya SPP yang dikenakan pada setiap program studinya pun juga berbeda-beda. SPP biasanya dibayarkan sebelum Ujian Akhir Semester (UAS) dan menjelang pengisian Kartu Rencana Studi (KRS).
Berdasarkan Keputusan Rektor UAD Nomor 361 Tahun 2023, jumlah pembayaran terendah pada Biaya Pendidikan Mahasiswa Baru 2024 berkisar Rp. 6.000.000,-. Jumlah pembayaran tersebut ada di program studi (prodi) Ilmu Hadits dan Bahasa & Sastra Arab. Sedangkan, jumlah pembayaran tertinggi sekitar Rp. 60.000.000,- pada prodi Kedokteran.
Akan tetapi, tidak semua mahasiswa UAD mampu membayar SPP sesuai dengan nominal yang tertera. Banyak mahasiswa yang mengeluhkan besarnya biaya SPP dan minimnya waktu pembayaran. Maka dari itu, Bidang Riset dan Pengembangan Keilmuan (RPK) IMM FSBK mengadakan Survei Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) di lingkungan Universitas Ahmad Dahlan. Survei ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar dampak biaya SPP terhadap perkuliahan mahasiswa.
Dari 28.009 mahasiswa, sebanyak 103 responden yang mengisi Survei SPP ini. Pengisian survei didominasi oleh tiga angkatan, yaitu 2020 – 2022. Kemudian, terdapat 10 dari 11 fakultas yang berpartisipasi dalam survei tersebut. Fakultas yang memiliki responden terbanyak ialah Fakultas Sastra, Budaya, dan Komunikasi (FSBK) dengan persentase 50,5 persen. Ada pun fakultas yang tidak berpartisipasi dalam Survei SPP adalah Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM).
Survei tersebut berisi tentang keterkaitan biaya SPP dengan fasilitas kampus. UAD sendiri memiliki enam kampus dengan jarak yang berbeda. Menurut survei tersebut, sebanyak 82,5 persen mahasiswa sedang berkuliah di Kampus 4 UAD. Persentase itu disusul oleh mahasiswa yang berada di Kampus 1 UAD sebanyak 10,7 persen. Lalu, mahasiswa Kampus 3 UAD yang mengisi survei tersebut hanya berkisar 2,9 persen. Kemudian, responden yang berasal dari Kampus 2 dan 5 UAD hanya terdapat 1,9 persen.
Mahasiswa juga menanggapi perihal kesesuaian fasilitas kampus dengan biaya SPP yang dikeluarkan. Salah satu mahasiswi prodi Ilmu Komunikasi angkatan 2022 mengungkapkan pendapatnya, “Menurut saya, untuk fasilitas sudah bagus dan memadai. Tetapi untuk sesuai dengan biaya SPP yang dikeluarkan, itu tidak sesuai karena menurut saya banyak kampus yang fasilitasnya juga bagus tapi tidak terlalu mahal.” tulisnya.
Ada juga yang beranggapan bahwa fasilitas kampus yang didapat tidak sesuai dengan biaya SPP yang dikeluarkan, “Tidak sesuai, terutama pada fasilitas seperti ketersediaan buku di perpustakaan yang sangat tidak memenuhi standar untuk bisa dibilang sebuah perpustakaan. Dimana buku-buku yang ada sangat terbatas, terutama buku-buku bacaan untuk Sastra Indonesia.” Tulis mahasiswa Sastra Indonesia angkatan 2022.
Menilik ketidaksesuaian biaya SPP dengan fasilitas yang didapat, survei tersebut mengungkapkan jumlah biaya SPP yang harus dibayar. Mayoritas mahasiswa harus membayar biaya SPP dengan nominal Rp. 8.000.000,- hingga Rp. 12.000.000,- per semester. Lalu, disusul oleh 31,1 persen mahasiswa yang harus membayar dengan kisaran Rp. 5.000.000,- hingga 8.000.000,-. Sedangkan, mahasiswa dengan pengeluaran biaya SPP kurang dari Rp. 5.000.000,- sebanyak 26,2 persen. Selanjutnya, biaya SPP dengan jumlah Rp. 12.000.000,- hingga Rp. 20.000.000,- berada di urutan keempat. Dari keseluruhan responden, persentase paling sedikit ialah mahasiswa yang membayar di atas Rp. 20.000.000,- sebanyak 4,9 persen.
Berkaitan dengan biaya SPP tersebut, jumlah mahasiswa yang bekerja juga disorot. Survei menunjukkan bahwa 75,7 persen mahasiswa hanya berkuliah saja tanpa bekerja. Sedangkan, sebanyak 24,3 persen mahasiswa kuliah sambil bekerja. Rata-rata mahasiswa yang kuliah sambil bekerja mengungkapkan bahwa gaji yang didapat hanya untuk sekadar membantu meringankan beban orang tua saja. Gaji tersebut bukan sekaligus untuk membayar SPP-nya sendiri karena terlampau mahal, seperti salah satu pendapat dari mahasiswa Ilmu Komunikasi angkatan 2022, “Hanya membantu meringankan untuk biaya makan dan kos. SPP (yang dibayar) orang tua tetap berat karena terlampau mahal.” tulisnya.
Ada pula mahasiswa yang menerima beasiswa sehingga tidak perlu membayar SPP. Pada diagram di atas, sebanyak 85,4 persen responden menunjukkan bahwa mereka tidak mendapatkan beasiswa. Sedangkan, mahasiswa yang menerima beasiswa sebanyak 14,6 persen. Artinya, hanya 17 dari 103 responden yang mendapatkan beasiswa.
Akan tetapi, beasiswa terbagi lagi menjadi dua kategori, yaitu beasiswa dalam kampus dan beasiswa luar kampus. Sebanyak 82,4 persen atau 14 mahasiswa yang menerima beasiswa dalam kampus. Lalu, responden yang mendapat beasiswa luar kampus hanya terdapat 3 mahasiswa dengan persentase 17,6 persen.
Meskipun begitu, sebanyak 63,1 persen responden mengeluhkan biaya SPP yang besar. Bahkan, ada juga mahasiswa yang terpaksa cuti karena kendala biaya tersebut. Hal yang bisa disimpulkan dari survei ini ialah mahasiswa masih merasa kesulitan membayar SPP dan tidak mendapat fasilitas yang sebanding.
Penulis: Dyah Anggraini Widya Astuti, Kartika Noviana Agustin, Uud Fitriyani, Annisa Yasmin Azzuhro
Editor: Dyah Anggraini Widya Astuti
Ilustrator: Kartika Noviana Agustin, Uud Fitriyani